Novel-Novel dengan Bali

by - February 20, 2010

Akhir-akhir ini gw banyak baca novel buatan pengarang wanita di Indonesia, tapi entah napa gw mulai menemukan banyak kesamaan dalam beberapa novel tersebut. Rata-rata ceritanya tentang si tokoh utama mencari identitas diri atau cintanya ke Pulau Dewata, Bali.

Oke, gw tulis aja deh apa yang ada di back cover bukunya.
1. Soulmate.com

Cantik, cerdas, sophisticated, memiliki pekerjaan dan teman-teman yang menyenangkan. Di usianya yang ke-25, Nadya Samuella memiliki banyak hal yang sanggup membuat wanita mana saja iri. Kekurangannya hanya satu: cinta. Dengan embel-embel "plus-plus" yang dimilikinya, ternyata tidak mudah bagi Nadya untuk menemukan pria yang sungguh-sungguh mencintainya. Hidup seakan berkonspirasi mengantarnya pada deretan "pria-pria salah". Pacar yang dulu setia tiba-tiba mengkhianatinya, pacar tukang pukul, sampai deretan panjang kencan-satu-malam yang membuatnya lelah dan bosan. Sampai suatu hari dia bertemu Oka, pria sederhana yang ditemuinya lewat Internet.

Dalam sekejap hidup Nadya kembali sempurna. Namun sayang, Oka ternyata menyimpan rahasia yang bukan hanya mengguncang langit hidup Nadya, tapi juga memutarbalikkan semua keyakinannya akan cinta. Masih percayakah Nadya kalau soulmate itu ada? Atau dia harus mulai melepaskan mimpi-mimpi Cinderella masa remajanya?


2. Perahu Kertas

Namanya Kugy. Mungil, pengkhayal, dan berantakan. Dari benaknya, mengalir untaian dongeng indah. Keenan belum pernah bertemu manusia seaneh itu.

Namanya Keenan. Cerdas, artistik, dan penuh kejutan. Dari tangannya, mewujud lukisan-lukisan magis. Kugy belum pernah bertemu manusia seajaib itu.

Dan kini mereka berhadapan di antara hamparan misteri dan rintangan. Akankah dongeng dan lukisan itu bersatu?

Akankah hati dan impian mereka bertemu?

3. Heart Block
Senja adalah penulis sukses yang sedang berada di puncak karier. Publisitas dan ketenaran sudah di tangan—tapi kenapa tak bahagia? Dia merasa dunia di sekitarnya menuntut terlalu banyak. Terlalu banyak mengomentari kekurangan dan kealpaan, seolah-olah kebahagiaan mereka terletak di kejatuhan Senja.
Tak hanya itu, dia juga menemui ketakutan terbesar: kreativitasnya buntu. Khawatir deadline yang dekat memperparah masalah, Senja mengambil jalan pintas yang paling gampang saat ini: menyepi dan menyelesaikan naskah. Hanya itu yang terpikir di dalam benak Senja sekarang... sampai dia bertemu seorang pelukis bernama Genta. Bentuk dari sesungguhnya cinta yang selama ini dia cari.

3. Feel: What I Want in Life


Novel Feel ini ditulis dengan rincian jernih, dan percakapan lancar, dalam alur yang jelas, sehingga ceritanya dapat dipahami dengan mudah. Tersiratnya emosi, tetapi yang dapat dikendalikan, juga menunjukkan kematangan penulisnya. Bagi mereka yang menghargai karya tulis sebagai dokumen sosial, novel ini memberikan informasi mencukupi, tentang bagaimana para pelaku kebudayaan urban menghayati dan memikirkan dunianya pada masa kini.
--Seno Gumira Ajidarma, Novelis, peraih penghargaan Khatulistiwa Literary Award 2004 dan 2005

Di novel ini, perjalanan Kanya membuat saya sadar bahwa banyak hal yg kita jalani tapi ternyata tidak sesuai dengan jiwa kita. Menyentuh, ringan tapi penuh arti. Ending yang akan membawa pembaca ke alam sadar tentang makna sebuah jawaban yang dapat kita temukan kapan saja dalam hidup ini
-- Winky Wiryawan, pelaku seni

"Ceritanya begitu mengalir, rasa haru dan motivasi bercampur jadi satu. Membawa kita mengarungi kembali pada perenungan dasar manusia. Tentang apa yang sebenarnya kita inginkan, akan makna hidup kita nanti."
-Wahyuningrat, co-author Negeri Van Oranje-

"Komitmen Wulan Guritno dalam dunia hiburan di Indonesia tidak pernah saya ragukan. Saya pernah bekerja sama dengannya dalam sebuah film. Sementara Adilla Dimitri adalah pembuat film potensial.Menulis novel adalah pertanda keinginan Wulan dan Dimitri menjelajah lebih jauh dalam dunia seni. Novel Feel datang dengan iringan musik dan berbagai kemungkinan. Untuk Anda yang senang melakukan perjalanan dan berimajinasi maka selamat menikmati novel ini."
-- Riri Riza - Sutradara.

5. Eat, Pray. Love

Pada waktu memasuki usia tiga puluh tahun, Elizabeth Gilberth memiliki semua yang diinginkan oleh seorang wanita Amerika modern, terpelajar, ambisius — suami, rumah, karir yang cemerlang. Tetapi ia bukannya merasa gembira dan puas, tetapi malah menjadi panik, sedih dan bimbang. Ia merasakan perceraian, depresi, kegagalan cinta dan kehilangan pegangan akan arah hidupnya.

Untuk memulihkan ini semua, Elizabeth Gilbert mengambil langkah yang radikal. Dalam pencarian akan jati dirinya, ia menjual semua miliknya, meninggalkan pekerjaannya, meninggalkan orang-orang yang dikasihinya dan memulai satu tahun perjalanan keliling dunia seorang diri. MAKAN, DOA, CINTA merupakan catatan kejadian di tahun pencarian tersebut. Keinginan Elizabeth Gilbert mengunjungi tiga tempat di mana dia dapat meneliti satu aspek kehidupannya, dengan latar belakang budaya yang secara tradisional telah mewujudkan aspek kehidupan tersebut dengan sangat baik.

Di Italia, ia belajar seni menikmati hidup, belajar bahasa Italia dan merajut kebahagiaan dengan menambah berat badannya sebanyak dua puluh tiga pound. India merupakan negara untuk belajar seni berdevosi, dengan bantuan seorang guru setempat dan seorang Texas yang bijaksana, ia memulai empat bulan penuh disiplin dalam eksplorasi spirituil.

Akhirnya, Indonesia, di sini ia akhirnya menemukan tujuan hidupnya: keseimbangan – yaitu bagaimana membangun hidup yang seimbang antara kegembiraan duniawi dan kebahagiaan surgawi. Mencari jawaban atas pertanyaan tersebut di pulau Bali, ia menjadi murid dari seorang dukun tua dari generasi ke sembilan dan ia juga jatuh cinta dengan cara yang sangat indah tanpa direncanakan.

Sebuah riwayat hidup yang disajikan secara gamblang, bijaksana, menggetarkan dan lucu mengenai pencarian jati diri. MAKAN, DOA, CINTA menggambarkan sesuatu yang dapat terjadi ketika kita mengklaim bertanggungjawab atas kebahagiaan hidup kita. Buku ini juga menggambarkan sebuah perjalanan hidup yang dapat terjadi ketika seorang wanita tidak hidup sesuai sengan aturan yang ada dalam masyarakatnya. Ini merupakan kisah yang menyentuh siapa pun yang sadar akan perlunya perubahan.


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Review dari Naila:
Oke, kesamaan yg gw temukan antara lain:
1. Tokoh utama adalah wanita dengan kehidupan mapan di kelamnya ibukota (untuk Eat, Pray, Love: di NY), yang menemukan masalah-masalah seperti berikut (pilih salah satu atau salah dua):
  • kehilangan cinta
  • mencari cinta
  • muak dengan kehidupan sehari-hari
  • masuk dalam fase mandeg
  • kehilangan identitas diri

2. Pergilah si tokoh utama ke Bali tercinta
3. Eng... Ing.. Eng, di Bali bertemulah dia dengan yang dicarinya selama ini di Bali dengan Bonus: Cowok. Nah, pilihannya ada beberapa macam buat ending novel-novel tersebut: (*spoiler*)
  • Cowoknya emang benar-benar cintanya. Akhirnya si tokoh utama hidup bahagia selamanya dengan Sang Kekasih tercinta.
  • Cowok cuma jadi Holiday Fling semata.. So, ga berakhir bahagia, malah cowok yang dikiranya bakal jadi cintanya tersebut, dengan mudah pindah ke lain hati.
  • Aih aih aih, katanya Cinta tapi ternyata cowoknya sudah memiliki istri!! Ah, hancur sudah hati si tokoh utama.
  • Cowoknya beneran nih cinta mati ama tokoh utama, tapi ohh mengapa, sang kekasih tercinta ini harus meninggal karena sakit keras. Not a happy ending.
Yah, intinya sih itu yang gw tangkep. Ya walaupun ada yang menjadikan bumbu asmara memang sebagai bahan utama dalam isi novel tersebut, namun ada juga sebagai pelengkap dengan menggunakan bahan utama yang lainnya. Cuma, waduhhh, emang Bali segitunya banget yak? Harus jauh-jauh ke Bali semuakah para wanita karir ini untuk menemukan cintanya?

Alhasil, sekarang, kalo gw ditawarin novel-novel dengan tema serupa, hmmm.. Ntar-ntar aja deh bacanya. Baca 5 novel ini aja, udah bikin gw cukup puyeng, suka ketuker-tuker gw ceritanya kayak gimana.



Lama-lama kangen juga gw dengan novel-novel yang gak membahas kehidupan ibukota, tapi lebih yang ke arah sejarah atau paling nggak novel dengan ide baru lainnya. Pengen lagi baca novel kayak Sang Priyayi, Ronggeng Dukuh Paruk, Rara Mendut, atau Wiro Sableng ( novel terakhir ini sebenernya lumayan seru loh ceritanya!).




Nah, kayak Ronggeng Dukuh Paruk ma Rara Mendut kan tokoh utamanya wanita juga tuh. Namun, ceritanya digarap dengan bagus, bagus banget malah. Konfliknya bener-bener kuat, dan gak yang ecek-ecek. Dalam novelnya, ada unsur sejarah dan juga idealisme yang dibawa. Lengkap deh. Bahkan untuk novel Rara Mendut, dibagi menjadi tiga bagian dengan tokoh utama yang berbeda. Cerita 1, tokoh utama Rara Mendut. Cerita 2, tokoh utama Genduk Duku. Cerita 3, tokoh utama Lusi Lindri.

Gw udah enek dengan novel dengan tema-tema serupa, yang walaupun dibawakan dengan cara yang berbeda, namun, in the end, serupa. Butuh sesuatu yang baru.

Hmm, btw, buat yang Eat, Pray, Love, kocak juga ya, versi Indonesianya benar-benar diartikan per kata, jadi berasa aneh -> Makan, Doa, Cinta. Untung gw baca versi bahasa Inggrisnya, jadi ga berasa aneh deh (pameeeerrr, hahahaha).

You May Also Like

1 comments

  1. ummm, novel dgn setting bali..coba incest;I wayan Artika, ato Tarian Bumi;Oka Rusmini

    ReplyDelete