Dilemma Kulit Pisang
Dilemma, gara-gara inget suatu peristiwa pas gw lagi di angkot tadi sore.
Pas gw lagi di angkot yang lagi penuh-penuhnya. Ada seorang Ibu, duduk dengan memangku anaknya, di kursi yang dekat pintu masuk angkot.
Si Ibu ini membawa sekantong kresek isinya pisang. Dikasihlah salah satu pisang itu ke anaknya. Anaknya walau masih kecil, tapi pintar, udah bisa mengupas pisang sendiri, makan pisangnya juga sampai habis.
Lalu, si anak ini bingung mau dibuang kemana kulit pisangnya. Sang ibu, menunjuk kearah keluar angkot dengan matanya. Sang anak pun membuang kulit pisang itu keluar angkot ke tengah jalan.
Dan.. Sang Ibu tersenyum ketika anak itu sudah membuang kulit pisangnya, kalau dari ekspresinya kira-kira begini "Wah, pintar anakku, sudah bisa buang sampah sendiri." Nampaknya si Ibu itu juga senang karena anaknya berhasil menangkap maksud yang ingin disampaikannya (cuma liat keluar, anaknya langsung ngerti, si kulit pisang dibuang keluar aja).
Aih.. aih.. Gw pas liat cengok, dilemma. Anak sekecil itu sudah terbiasa buang sampah sembarangan. Dan malah diajarkan dan dibenarkan orangtuanya. Apakah 15 tahun, 20 tahun lagi, sampah-sampah bakal tetap bertebaran dimana-mana, kalau tiap generasi dibiasakan buang sampah sembarangan seperti itu?
2 comments
Sukar juga yah. Kalo gw berkesimpulan dr pengamatan ala gw, gw bilang org2 tu menganggap membawa sampah (mulai dari plastik sedotan aqua gelas sampe bungkus makanan) tu seperti sesuatu yg tabu. Kyknya kotor aja mereka mengantongi sampah hingga akhirnya menemukan tempat sampah. Alhasil deh byk yg sukanya nyumpel2in sekenanya ato buang asal aja.
ReplyDeleteHayo, Nai, elu salah satu yg kebiasaan kalo buka plastik sedotan aqua gelas lsg lempar si plastiknya ato nggak, Nai? :D :D Itu termasuk ke dalam "menyampah di dunia" lho, Nai. :))
Hehe.
ahahaha gw salah satu orang yang kalo buka plastik sedotan aqua, malah gw kantongin.. nunggu ada tempat sampah.. malah kadang sampahnya numpuk di saku celana gw, hihihihi
ReplyDelete