Solo Trip ke Eropa (Part 4): Amsterdam dan Den Haag

by - February 14, 2017

Sebelum cerita tentang Amsterdam dan Den Haag. Pertama, gw akan cerita dulu perjalanan sampai mendarat di negeri Belanda.

Penerbangan gw untuk berangkat dari Jakarta ke KL yaitu Malindo Air pukul 13.10 sampai dengan 15.30. Dari pagi, gw udah nongkrong di Bandara Soekarno-Hatta supaya tidak terkena macet dan bisa check-in dengan leluasa. Dann.. Penerbangannya sedang bersahabat pada hari itu, jadinya lancar dan tanpa delay sama sekali:)

Di KL, karena gw ganti penerbangan ke Turkish Airline, jadi harus keluar imigrasi dahulu, mengambil bagasi, dan balik check-in lagi, drop bagasi, dan kembali masuk lewat imigrasi.

Akan tetapi, ternyata antri imigrasi untuk keluar di bandara KL perlu waktu sampai dg 2,5 jam! Belum lagi harus kembali antri check-in dan imigrasi kembali untuk ke arah Belanda. Untung saja waktu transitnya 5 jam, kalau di bawah itu waktunya, pasti sudah ketar-ketir takut ketinggalan penerbangan selanjutnya.

Dari KL, butuh waktu 12 jam untuk sampai di Istambul. Transit 2 jam, lalu lanjut lagi penerbangan ke Amsterdam selama 4 jam. Dan.. Akhirnya sampailah gw di benua Eropa.

Airport fashion 2016: baju gembel tapi nyaman, biar enak di pesawat belasan jam

Hari Pertama
Sampai di Schipol International Airport, dengan muka penuh lelah, gw mampir dulu ke stand Ako, untuk membeli 4 days transport ticket pass. Dengan tiket ini, gw bisa naik trem dan bus apapun selama 4 hari di Amsterdam, namun tiketnya tidak meliputi tiket untuk pergi dari Schipol ke Central Station. Beruntung tempat yang gw tuju bisa dijangkau dengan bus, jadi tidak perlu beli tiket terpisah.

Dari Schipol, gw naik bis ke rumah kenalan Tante di daerah Osdorp. Disana bertemu dengan sang pemilik rumah yang ramah dan baik hati, bahkan disuguhi makan siang. Setelah mandi dan beres-beres sebentar, jam 2 siang gw udah siap untuk melipir ke tengah kota.

Cuaca hari itu cukup cerah, gw kembali naik bus untuk pergi ke daerah tengah kota. Tujuan pertama ke Dam Square dan Central Station. Gw yang belum bermodalkan tongsis, akhirnya terpaksa minta diambilkan foto oleh sesama turis di tempat-tempat itu.
Dam Square yang selalu penuh (itu bajaj hijau sepertinya mobil pembersih sampah)

Depan Central Station

Sempat juga diajak ngobrol oleh orang Sudan, yang ternyata berakhir dengan ajakan makan malam (dengan cepat gw tolak dengan alasan “Teman gw sudah nunggu! Dadah” terus langsung lari kabur). Lalu, naik canal cruise. Ngintip-ngintip red light district mumpung masih sore hehehe, jadi belum keluar para penghuni di balik kacanya. Terus gw ketemu sama bapak-bapak Garuda yang lagi pelatihan dan kita muter-muter ke Rembrandt Park dkk.
Di dalam canal cruise 
Kata audio guidenya, foto tempat ini sering dijadikan foto kartu pos, kaena ada 7 jembatan berjejer (apa gak sampai 7 ya? #mulailupa). Tapi apa daya, gw ga jago foto jadinya begitu deh hasilnya

 Numpang makan di Rembrandt Park
Akhirnya hari pertama berlalu dengan lancar. Balik ke rumah, disambut dengan gulai kepala kerbau, yang seumur-umur di Indonesia gw gak pernah makan (feel so much welcomed! More home than home!). Untungnya gak jetlag juga, jadi malam-malam langsung sukses tidur pulas. Zzzzz....

Hari Kedua
Tujuan perjalanan gw di hari kedua adalah Den Haag, kota yang berjarak 66 km dari Amsterdam. Berdasarkan info dari sini, Den Haag adalah salah satu kota paling luar biasa di Belanda. Bukan hanya sebagai kota pemerintahan, namun juga karena banyaknya bangunan, distrik bersejarah, dan lokasinya yang dekat dengan garis pantai Laut Utara yang indah. Den Haag juga dikenal sebagai ‘Kota Kerajaan di Tepi Pantai’ (‘Royal City by the Sea’), dan disebut sebagai ‘kota kediaman’ (‘residence city’) karena banyaknya anggota Keluarga Kerajaan Belanda yang tinggal di lingkungan yang elok ini.

Hari itu, sebelum pergi ke sana gw diajak dulu oleh keluarga tempat gw menginap untuk membeli tongsis dan paket data. Sepertinya mereka agak khawatir mendengar cerita gw muter-muter sendirian di hari sebelumnya, jadi mending beli paket data biar bisa dihubungi dan pakai tongsis biar gak usah minta orang lain fotoin, hahaha.

Sesampainya di Central Station Den Haag, gw beli tiket untuk one day trip transport di tourist center.

 Stasiun utama Den Haag

Lalu naik trem ke Madurodam. Ternyata gw salah perhitungan, kalau ambil tiket one day pass, bisa mengunjungi Madurodam. Tapi gw malah beli ketengan, one day trip sendiri dan entrance fee Madurodam sendiri, jadi jatuhnya lebih mahal.

Apa itu Madurodam? Bukan, ini bukan tempat jualan madu, bukan juga daerah tempat tinggal orang Madura di Belanda. Madurodam adalah sebuah kota miniatur yang terletak di Scheveningen, Den Haag, yang berisi angunan-bangunan khas Belanda dan landmarks seperti yang ditemukan di berbagai lokasi di negara tersebut. 

Isinya emang banyak sekali, dan tertata dengan rapih. Madurodam terbagi menjadi tiga area bertema: StedenRijk, WaterRijk, dan VindingRijk. StedenRijk memamerkan sejumlah bangunan terindah dari dalam kota tua di Belanda. WaterRijk memiliki konsep "air sebagai teman dan musuh", sementara VindingRijk menunjukkan "Belanda sebagai sumber inspirasi dunia" (arsitektur, inovasi, olahraga, hiburan, serta desain).

Keluar dari Madurodam, bermodalkan peta dari tourist center gw jalan kaki kelilingi kota itu.
Mauritshuis, musium lukisan-lukisan pelukis abad ke-17 dan 18 dan juga rumah dari lukisan ‘Girl with a Pearl Earring’

Foto bareng abang-abang penjaga 
 
 Inside Het Binnenhof

Numpang shalat di Palestuin Park (taman istana) yang  terletak tepat di belakang Noordeinde Palace

 Peace Palace yang masih digunakan oleh Mahkamah Internasional, Pengadilan Arbitrase, Perpustakaan, dan juga oleh Akademi Hukum Internasional Den Haag

 Nontonin Prince William naik sepeda

Di Den Haag, cukup jalan kaki kemana-mana, kecuali dari Madurodam ke tengah kota dan ketika kembali dari Peace Palace ke stasiun. Kembali naik kereta ke Amsterdam, ketemu Bapak-Bapak Belanda yang ternyata dulu pernah kerjasama dengan PMI Salemba, bahkan suka banget sama salah satu masakan di warung UI salemba. Sampai di Amsterdam gw mampir dulu ke Iamsterdam depan Rijk Museum. Lalu kembali ke rumah.

 Spot wajib buat foto

Kesan tentang Den Haag:
Lebih suka kota ini dari Amsterdam! Kotanya tidak terlalu besar, bisa jalan kaki kemana-mana, dan enak banget buat sepedaan. Jauh lebih tenang dari Amsterdam. Orangnya juga ramah-ramah (soalnya beberapa kali nyasar, mereka duluan yang nyapa buat menunjukkan jalan).

Hari Ketiga
Hari ini terakhir di Belanda. Pilihannya saat itu antara pergi ke Zaansche Hans (desa kincir angin, 21 km dari Amsterdam) atau Volendam (kota Nelayan kuno, 20 km dari Amsterdam dan juga tempat foto dengan baju Belanda). Berhubung gw perginya sendiri banget, kayaknya kok agak geje ya kalau foto pakai baju belanda sendirian, hehehe. Akhirnya gw memutuskan untuk pergi ke Zaanse Schans.

Untuk pergi kesana, tinggal naik kereta dari Central Station dan turun di stasiun Koog-Zaandijk. Lalu jalan 10-15 menit melewati desa Zanndijk.
Jalan menuju Zaanse Schans

Apa daya, sesampainya disana ternyata hujan. Bermodalkan payung yang udah rusak, gw pantang menyerah, tetap jalan sampai ke kincir angin yang paling ujung di bawah guyuran hujan dangdut.
 
Awan menggelayut di kejauhan 

 Di balik kincir-kincir angin 

  
Tangan kanan payung, tangan kiri tongsis (sukses dilihatin orang-orang yang lewat)
Peta Zaanse Scahns
Setelah sampai kincir angin yang paling ujung, lalu kembali lagi ke daerah pedesaannya, gw mampir ke toko keju setempat. Disana bisa nyobain tester sleuruh jenis keju. Dan ternyata enaaakkk, apalagi yang truffleee, padahal gw gak suka keju, mungkin efek kehujanan dan kelaparan, segalanya jadi enak hahaha..

Isi toko keju

Dari Zaanse Schans, gw balik ke Amsterdam lalu melipir ke apartemen temannya teman kakak gw (see, modal nekat banget kan, mana pernah di Indonesia, gw mampir-mampir rumah orang gak dikenal).

Lumayan dapet makan gratis, terus maen-maen ma anak-anaknya (yang biasanya gak gampang nempel orang, tapi mau nempel ma gw)… Tapi 30 menit kemudian gw dimuntahin anak-anak itu, wkwkwkw.. Nasib tante cantik (iya iya gak ada hubungannyaa).
Dari situ, gw balik ke rumah, lalu diantar ke stasiun Sloterdijk malam-malam. Untuk naik bus ke Berlin dengan bermodalkan keramahan orang Belanda dan cumi-cumi dari orang rumah.

Kesan-pesan tentang Belanda:
  • Yaa, gw cuma sesaat sih disana. Tapi for sure, orang Belanda ramah banget, paling ramah di seantero negeri Eropa yang gw kunjungi. Kalau ditanya jawabnya dengan senang hati dan sangat jelas. Dan jago bahasa Inggrisnya.
  • Makanan: gw cuma nyoba kentang itu (apa ya namanya lupa). Berhubung lagi backpacker mode: on, gw lebih banyak makan roti dan juga udah bawa air dari rumah
  • Transportasi: trem versi Belanda yaitu semacam bus panjang tapi sudah ada jalurnya di jalan raya (di negara lain ada yang menyebut kereta sebagai trem). Tremnya sudah modern, cepat, dan menjangkau kemana-mana. Sistemnya pas masuk harus nge-tap dan pas keluar nge-tap lagi. 
Begitu kisah di Amsterdam, next part (trip di Berlin), bisa dibaca disini.

You May Also Like

0 comments