Naila's Timeline

live . love . laugh

Powered by Blogger.
  • Home
  • About me
ah ya sudahlah biarkan saja burung bisa terbang..
toh kalo mereka liat kita, mereka bakal berpikir:
kenapa manusia bisa lari?
kenapa manusia bisa jalan dengan bebas?
kenapa manusia bisa berenang seperti ikan?
kenapa manusia memiliki sayap yang kecil seperti itu?
kenapa mereka memiliki sarang yang berbeda-beda bentuknya?
kenapa manusia bisa terbang lebih cepat dari kita?
kenapa manusia bisa segalanya?

ahhh... emang ngapain sih kita iri dengan makhluk-makhluk lain, padahal kita sendiri pun bisa lebih baik dari mereka..
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Selama ini saya selalu merasa, walaupun saya perempuan tapi saya bisa sendiri, saya bisa mandiri
Yah walau saya tidak bisa mengendarai kendaraan, tapi saya bisa kemana-mana sendiri
Makan apa yang saya inginkan sendiri
Beli apa yang saya mau sendiri
Tidak usah tergantung pada orang lain..

Namun saya lupa, kalau saya ya manusia
Yang memiliki batasnya
Yang bisa sakit dan terluka
Yang tak segalanya harus dikerjakan sendiri
Yang walau sepintar apapun, hidup tak selalu selurus bayangan..

Namun saya lupa, kalau saya ya wanita
Yang tidak sekuat lelaki
Yang mudah menangisi segala sesuatu
Yang walau pada dunia penuh kesempatan seperti ini
Yang segalanya dianggap sama, namun akhirnya setiap orang berbeda..

Pada akhirnya
Manusia ya manusia
We see each other
We need each other
We respect each other
We reflect each other
We hate each other
But we can never be alone


*draft lama yang tertimbun dan baru terbaca lagi hari ini

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Hampir 2 tahun lalu, tepatnya Oktober 2013, saya berkunjung ke Bangkok bersama teman-teman kantor saya.

Entah kenapa, perjalanan ini sangat berkesan buat saya.

Bukan, bukan karena objek-objek wisata yang dikunjungi.

Tetapi karena saya dibodoh-bodohi oleh teman lama yang saya temui disana, hahaha.


Alkisah, saya sudah mengenal teman lama saya ini sedari SMP, kira-kira tahun 2001 (sudah lama yaaa ternyata).

Ketika SMP dulu, kami saling bersaing, tapi yang paling saya ingat yaitu untuk pelajaran komputer dan bersaing untuk membuat desain web sebagus-bagusnya (tahun 2001, masih SMP, tapi sudah pakai Dreamweaver! Hehehehe).

Yah, kami berdua memang agak tertarik dengan dunia grafis (saat itu) dan sering bersaing untuk jadi yang terbaik (tapi teman saya ini memang lebih jago sih).

Kesimpulannya, saya tahu kelebihan dia, dan dia tahu kelebihan saya.


Selama 14 tahun sejak itu, perjalanan hidup kami cukup berbeda walaupun ada beberapa kesamaan (sempat sekolah di SMA yang sama dan tempat kuliah sama).

Hal ini karena cara menghadapi hidup antara saya dan teman saya ini cukup berbeda.

Teman saya ini selalu mengejar apa yang menjadi kemauannya. Dia bisa meninggalkan posisi atau tempat apapun jika itu tidak sesuai kehendaknya.

Sedangkan, saya cenderung bertahan dalam kondisi apapun yang saya masuki, walaupun saya tidak suka.

Dan ini terus berlangsung, sampai sekarang.


Ketika saya ke Bangkok tahun itu, saya bertemu dengan teman saya ini. Ngobrol ngalor ngidul kesana kesini.

Dan entah mengapaaa, saya lupa dia nanya apa, hanya saja, ada beberapa pertanyaan yang tidak bisa saya jawab. Dan saya seperti orang bodoh, tidak mengerti apa-apa, kehilangan minat saya pada dunia ini.

Dan pada intinya dia menanyakan:

Mengapa saya tetap seperti ini. Tidak melakukan  apa yang saya ingin inginkan, yang saya hasratkan, tetapi terjebak dalam zona aman, tanpa mengeksplor kelebihan-kelebihan saya. Dengan wawasan yang itu-itu saja, bergaul dengan orang itu-itu saja. Bagai katak dalam tempurung. 


Dan saya merasa seperti ditampar dan seperti orang bodoh.

Di antara kritik dari orang lain yang saya terima selama ini, kritikan yang paling menohok bagi saya yaitu dianggap bodoh.


Dan kini hampir 2 tahun lewat..

Apakah saya sudah banyak berubah?

Apakah saya sudah menjadi orang yang lebih baik dibanding 2 tahun yang lalu?

Apakah saya sudah tahu apa yang ingin saya lakukan?

Dan apakah saya sudah memiliki nyali untuk bertemu teman saya ini kembali?


Setelah merenungi:

Beberapa hal memang menjadi lebih baik.

Ada beberapa kegilaan yang saya lakukan untuk mengeksplor diri saya.

Namun masih kurang gila.

Dan tetap tidak mudah bagi saya untuk lepas dari zona aman.

Namun setiap saya merasa terlena dalam kehidupan yang biasa ini, saya selalu ingat kritik teman saya ini.


Pada akhirnya, hidup terus berjalan, dan saya harus tetap usaha untuk menjadi lebih baik dan baik.

Lebih gila dan lebih gila.


NB:

Omong-omong, salah satu percakapan 2 tahun lalu, yaitu mengapa saya santai-santai saja tidak mengunjungi tempat wisata disana (karena biasanya saya cenderung ngotot untuk mengunjungi semua tempat wisata yang bisa dikunjungi).

Dan jawaban saya pada saat itu: suatu hari nanti saya akan kembali ke Bangkok, jadi masih ada kesempatan untuk eksplor kembali.

Dan, benar saja, 3 minggu lagi saya kesana.

Semoga Naila yang akan datang nanti, lebih baik dari Naila yang dahulu.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Akhir-akhir ini, berita di televisi atau surat kabar online (kalau surat kabar fisik sudah jarang yang beli sepertinya) senantiasa menayangkan update terakhir tentang terdamparnya Pengungsi Rohingya di dataran Aceh. 

Info terakhir Pemerintah Indonesia sudah menerima para pengungsi. Permasalahan yang timbul yaitu mau ditampung dimana seluruh pengungsi ini? Mengingat jumlah pengungsi sudah mencapai sekitar 2000, dan diperkirakan masih ada ribuan lagi yang terkatung-katung di tengah laut.

Namun bukan hal itu yang mau saya highlight pada tulisan ini.

Dari hasil browsing-browsing, ternyata, dan baru saya tahu, Pemerintah Indonesia pernah mendirikan kamp khusus untuk manusia perahu dari Vietnam, yang beroperasi dari tahun 1978 sampai dengan 1996 dengan jumlah pengungsi mencapai 250ribu orang!

Dimana lokasinya? Kamp tersebut terletak di Pulau Galang, sebuah pulau yang berjarak 34 km dari Kota Batam (jaraknya lebih jauh dari jarak Batam ke Singapur memang, Batam-Singapur kurang lebih 20 km).

Foto dari sini


Kenapa disebut Manusia Perahu? Istilah tersebut adalah julukan yang melekat pada para pengungsi, berawal dari ditemukannya 75 orang pengungsi yang berdesak-desakkan dalam satu perahu di Kepulauan Anambas, sampai disusul oleh perahu-perahu lainnya, dengan tiap perahu berisi 100-400 orang, membawa ribuan pengungsi, umumnya dari Vietnam, ke seluruh Kepulauan Riau untuk mencari perlindungan di Indonesia.

Akhirnya untuk menampung ledakan pengungsi ini, Pemerintah Indonesia membangun kamp khusus untuk para pengungsi dengan menggandeng United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). Saat itu kamp pertama dibangun di Anambas, sebelum pada akhirnya dibuat kesepakatan lagi pada 1979 untuk menempatkan mereka di Pulau Galang karena jumlah pengungsi yang semakin meluap, dengan semua biaya pembangunan pulau dibiayai oleh PBB.

Kamp pengungsi memiliki luas sebesar 16 km persegi atau 20% dari pulau (kira-kira Luas Pulau Galang sebesar 80 km persegi atau setengah Kota Tangerang), dan dilengkapi dengan kantor administrasi, Rumah Sakit, Sekolah, Gereja Katolik, Vihara, Pemakaman, Penjara, dan Youth Center (yang didirikan dan dijalankan oleh para pengungsi itu sendiri). Kamp ini menampung pengungsi dari Vietnam, Kamboja, dan Laos, dengan komposisi terbesar dari Vietnam, akibat berkecamuknya Perang Indochina II di negara tersebut pada saat itu.

Kamp Pulau Galang akhirnya ditutup pada tahun 1996, ketika Vietnam sudah kembali kondunsif. Dengan sebagian besar pengungsi dibantu dipulangkan ke tanah airnya lagi dan sebagian lagi dikirim keluar negeri (Eropa, Amerika, Australia, dkk) untuk bekerja setelah dibekali pendidikan bahasa Inggris dan Perancis.

Foto dari sini

Cukup takjub juga bahwa Indonesia ternyata pernah memberi concern yang besar pada para pengungsi. Mengingat saat itu, hanya Indonesia saja negara di Asia Tenggara yang bersedia memberikan tempat untuk tinggal sementara para manusia perahu asal Vietnam. Pada saat ini, total jumlah pengungsi di Indonesia kira-kira hanya mencapai 12.000 orang (berasal dari Afghanistan, Irak, Iran, dkk), sehingga tentu jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding jumlah pengungsi Vietnam pada saat itu.

Anyway, jika saja saya tahu kalau ada pulau bersejarah seperti itu, mending saya pergi ke Pulau Galang daripada nyeberang ke Singapur ketika ke Kota Batam. So, lain kali kalau saya ke kota ini, wajib hukumnya pergi ke Pulau Galang.

Terus, bagaimana cara mencapainya? Hasil meramu dari berbagai web yang ada, ternyata pulau ini bisa diakses melalui Jembatan Barelang (Batam-Pulau Rempang-Pulau Galang), jadi tidak perlu menyeberang pakai perahu atau kapal (mungkin dulu harus pakai transportasi melalui laut).

Jembatan Barelang, Foto dari sini 

Sesaimpainya disana, maka dapat dilihat bangunan-bangunan kamp pengungsian, yang sebagian besar tidak terawat lagi, namun cukup menggambarkan kira-kira bagaimana kondisi kamp tersebut ketika masih beroperasi.

Back to permasalahan tempat tinggal Rohingya, seorang Pakar Hukum Internasional berpendapat bahwa kamp di Pulau Galang ini dapat dipakai untuk menampung Pengungsi Rohingya. Entah bagaimana sikap pemerintah saat ini, yang pasti sikap Indonesia di masa lalu tersebut cukup menjadi kebanggaan sendiri dan semoga tetap terbawa sampai ke pemerintahan sekarang.
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments

Nota Dinas:

Alkisah di kantor tempat saya bekerja sekarang, perusahaan BUMN, jika ada surat antar divisi akan dikirimkan berupa Nota Dinas (semacam surat formal gitu).

Cara kerjanya seperti ini: staff muda seperti saya membuat draftnya lewat aplikasi Nota Dinas yang bisa diakses lewat web, draftnya berisi: kepada siapa, dari siapa, tembusan ke siapa saja, dan body suratnya apa saja dari Nota DInas tersebut plus file-file acuan. Lalu saya bisa menentukan pemeriksa Nota Dinas itu siapa saja. Boss di atas saya, lalu Boss nya boss saya, lalu Boss nya boss nya boss saya, dan seterusnya sampai pemeriksa final.

Untuk mencari kepada siapa saja dan ditembuskan ke siapa Nota Dinas itu, bisa pakai aplikasi itu, tinggal klik Divisi nya, cari jabatan orang yang dimaksud. Atau bisa juga dengan search nama orang. Lengkap deh, semua pegawai ada, dari Aceh sampai Papua. Luengkaaapp..

Beres bikin draft, saya submit. Nanti boss saya dan atas-atasnya bisa edit sendiri Nota Dinas tersebut secara online.

Kalau superboss sudah approve, maka Nota Dinas tersebut otomatis terkirim ke setiap pihak yang sudah di-set, dan mereka bisa akses Nota Dinas dari web maupun mobile apps. Canggih kaaannn!

Lalu saya bertanya ke teman saya, staff muda juga di salah satu Kementerian.

Ternyata, di Kementerian tersebut, ealah, Nota Dinas itu diketik pakai word, lalu diprint oleh staff tersebut, kasih ke boss, corat-coret pakai pulpen. Sang staff  ketik ulang lagi, print corat-coret, print corat-coret, sampai sudah OK. Ditandatangani manual. Lalu difotokopi dan salinannya dikasih ke setiap orang yang berkaitan. Kalau ditujukan ke jajaran yang di Papua? Ya dikirim pakai kurir  ke Papua. Nyari orang yang di Papua alamatnya dimana? Pakai Google. Jreng.. Jreng..

Denger hal ini, saya jadi merasa bersyukur kerja di kantor saya sekarang.

Lalu saya tanya teman saya yang kerja di perusahan swasta, “Lu ada Nota Dinas gak?”. Komentarnya: “Apaan tuh Nota Dinas? Di gw mah, kalau ada apa-apa ya kirim email aja."
Gw: "Lha kalau beda divisi?"
Teman saya: "Gak usah beda divisi, kalau urusannya ma Direktur Cabang Hongkong pun, yaaa gw yang email pun gakpapa. Gampang kan?”

Dan saya pun cuma melongo.

NB:
Saya tanya ke teman, staff di BUMN lain, kalau di tempat dia seperti apa, tanggapannya:  "Kalau di gw sih baru bagian barat yang online Nai. Kalau yang di lapangan atau buat orang-orang angkatan lama, tandatangan asli lebih sakti. Jadinya dikirim deh"

Aih dilema Nota Dinas..
Share
Tweet
Pin
Share
3 comments
Banyak orang yang suka mengutuk korupsi.
"Gila pejabat ini korupsi XXX juta rupiah!"
"Si ini bawa kabur xx M rupiah ke luar negeri!"
"Edan, di rumahnya dia nyimpen $XXXXXX mennn!"

Tapiiii.. Walau banyak yang mengutuk, sebenarnya tak pernah dinyatakan secara jelas sejauh mana batas korupsi itu?
Contoh, untuk pekerja kantoran. So, jika kamu melakukan hal-hal seperti ini:
  • Bawa pulpen kantor buat diri sendiri
  • Pakai uang kantor buat makan-makan bersama
  • Nelpon untuk urusan pribadi pakai telpon kantor
  • Ngelama-lamain waktu dinas, padahal sudah tidak ada kerjaan
  • Pakai mobil kantor buat ke pertokoan
  • Makan siang lebih dari 1 jam
  • Menginap di kantor
Sudah termasuk korupsi belum ya?
Kalau iya, benar itu korupsi, berarti kamu udah korupsi banyak dunk? Gw juga dunk, secara beberapa item memang gw lakukan.

Masalahnya, hal-hal yang nampak sepele ituuu, lama-lama sudah biasa dilakukan. Sehingga lama-lama batas korupsi dan tidak korupsi semakin buram.
Sehingga pada akhirnya, kamu semakin biasa memanfaatkan fasilitas kantor untuk keperluan pribadi. Kamu jadi menggunakan anggaran kantor untuk keperluan hore-hore.

Dan eng ing eng.. Ketika kamu jadi Boss, tiba-tiba semakin besar pemakaian anggaran yang dipakai bukan untuk hal yang seharusnya.

Hal yang paling berat, jika suatu saat kamu dipromosikan untuk suatu posisi penting, dan tiba-tiba kamu dituduh menggelapkan uang kantor atau korupsi, berani gak kamu mundur dari posisi itu?
Apa kamu tetap lanjut walaupun banyak orang yang tidak percaya dengan kejujuranmu?

Hal ini, etika ini, mungkin sudah hilang dalam diri banyak orang, dari gw, diri orang-orang sekeliling gw, diri negara gw. Ketika tersangka atau terdakwa korupsi tetap memegang jabatan penting dan takut melepasnya, bahkan protes yang diutarakan untuk menurunkan pejabat itu kalah kencang dengan protes menolak Lady Gaga konser di Indonesia.

Pertanyaannya, jika kamu menjadi mereka, apa kamu bisa melepaskan juga?
Gw? Mungkin gak bisa.
Kamu? Jangan-jangan gak bisa juga.

Dan.. Kalau semua orang jawab tidak bisa, mungkin memang ada yang harus dipertanyakan dengan etika bangsa ini. Etika manakah yang benar?
Atau memang hal ini wajar sehingga tidak perlu dipusingkan? Atau memang semua orang korupsi jadi hal seperti ini adalah hal yang lumrah?
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Akhir-akhir ini ada beberapa hal yang bikin gw penasaran, dan jadi pengen baca-baca lebih lanjut:
  1. Udah ada yang menggambarkan belum ya perkiraan lokasi 25 Rasul. Kan daerahnya situ-situ aja tuh, keknya seru kalau digambarkan di Google Maps gitu
  2. Peristiwa Holocaust
  3. Kenapa orang-orang Indian harus diberantas sehabis-habisnya
  4. Peristiwa G30S
  5. Kisah Dewa-dewi di India
Apalagi yaaa.. Sementara itu aja deh #random
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments
Newer Posts
Older Posts

About me


About Naila
Halo, saya Naila Fithria, penulis blog ini.
Tukang jalan-jalan dan tukang galau juga:)
Anyway, selamat datang dan selamat membaca blog ini. Tabik!

The other me

  • Facebook
  • Instagram
  • Twitter

Through the years

  • ▼  2020 (1)
    • ▼  February (1)
      • A Week in Istanbul
  • ►  2019 (2)
    • ►  July (1)
    • ►  June (1)
  • ►  2017 (9)
    • ►  October (2)
    • ►  March (3)
    • ►  February (1)
    • ►  January (3)
  • ►  2016 (4)
    • ►  May (2)
    • ►  April (1)
    • ►  February (1)
  • ►  2015 (13)
    • ►  September (5)
    • ►  August (1)
    • ►  July (3)
    • ►  May (1)
    • ►  March (1)
    • ►  January (2)
  • ►  2014 (7)
    • ►  June (2)
    • ►  May (5)
  • ►  2013 (2)
    • ►  November (2)
  • ►  2012 (3)
    • ►  December (1)
    • ►  July (1)
    • ►  March (1)
  • ►  2011 (3)
    • ►  August (1)
    • ►  February (1)
    • ►  January (1)
  • ►  2010 (18)
    • ►  December (1)
    • ►  October (1)
    • ►  September (2)
    • ►  July (4)
    • ►  May (5)
    • ►  April (2)
    • ►  February (3)
  • ►  2009 (20)
    • ►  December (4)
    • ►  September (1)
    • ►  August (5)
    • ►  July (1)
    • ►  June (2)
    • ►  May (6)
    • ►  January (1)
  • ►  2008 (17)
    • ►  December (2)
    • ►  November (1)
    • ►  September (3)
    • ►  August (2)
    • ►  July (4)
    • ►  May (2)
    • ►  March (3)
  • ►  2007 (6)
    • ►  October (1)
    • ►  September (1)
    • ►  August (2)
    • ►  July (2)

Naila's Timeline

Loading...

Created by BeautyTemplates| Distributed By Gooyaabi Templates